Ungkapan Hati Seorang Wanita Muda

Ketika 18 yang ku sayangi telah menjadi 15 yang terus ku pertanyakan.
Ketika kesabaran seseorang telah menipis selama rentang waktu tiga tahun lebih.
Ketika patah hati dan rasa kecewa telah dirasakan berkali-kali.
Ketika sebuah mukjizat menggoyahkan hati.
Ketika keraguan terus terngiang di dalam kepala.
Ketika sebuah pertanyaan terus terulang diucap hati saat sebelum mata terlelap.
Apakah usahaku selama tiga tahun terakhir sia-sia?
Apakah do'aku tidak didengar oleh sang pencipta?
Apakah Tuhan memberikan petunjuk bahwa ada orang lain yang 'lebih pantas' disandingkan denganku?

Aku bimbang. Aku begitu tulus menyayangi 18-ku. Meskipun sudah tiga tahun berlalu, dia satu-satunya yang selalu menghiasi do'aku. Aku terus berusaha, bersabar dan percaya kepada Tuhan. Bahwa suatu hari nanti akan datang saat-saat dimana dia dan aku berada di jalan yang sama, dan kami menuju tujuan yang sama pula.
Tapi, setelah tiga tahun penantian penuh gejolak ini, aku merasa Tuhan sedang mengujiku. Atau, Tuhan sedang memberi aku sebuah isyarat?
Setelah menginjak usia dewasa ini, aku mulai mengerti. Aku memang tidak tahu apakah yang ku lakukan ini sudah benar. Tapi, aku percaya Tuhan sayang kepadaku.
Tiga tahun terakhir, tidak hentinya aku diberi sebuah ujian yang membuat air mataku terkuras. Aku sudah lelah, tentu saja aku hanya mahluk Tuhan yang lemah.
Mungkin, Tuhan ingin berbicara perlahan denganku. Dia terus menerus memberiku sebuah pengulangan yang menyakitkan karena aku terlalu keras kepala. Aku memang egois. Dan aku mengutuk diriku sendiri akan sifat burukku itu.
Namun, aku tidak pernah menyesali semua ini. Penantian selama tiga tahun tanpa kepastian ini, benar-benar menguji kesabaranku. Ada hikmah dibalik semua ini.
Mungkin saja, banyak orang-orang yang berpikir bahwa aku ini bodoh. Kenapa tidak mencari seseorang yang lebih baik dari 18-ku?
Aku tidak tahu. Yang ku percaya waktu itu, aku dipertemukan dengannya karena sebuah alasan. Mungkin saja, aku pernah menginginkan sesuatu yang 'gila' di masa remajaku. Dan Tuhan telah mendengar apa yang ku inginkan tersebut.
Aku pikir, aku cukup kuat dan bisa mengubah hidup seseorang. Tapi, pada dasarnya kita tidak akan bisa merubah hidup seseorang. Aku sangat memahami hal itu.
Setelah semua kegilaan ini terus berulang dan puncaknya terjadi di pengujung tahun 2016, aku akhirnya marah. Aku tidak ingin hidupku seperti itu untuk ke depannya. Aku tidak mungkin mengorbankan kebahagiaan orang lain. Apalagi kebahagiaan anak-anakku nanti.
Jadi, setelah amarahku usai, aku mulai berpikir kembali. Apa yang harus ku lakukan? Aku harus melangkah ke mana?
Dan aku teringat tentang mukjizat itu. Saat angka 15 sedang berlangsung. Aku berpikir, apakah Tuhan memberiku petunjuk?
Aku dan 15 tidak pernah bertemu sebelumnya. Dan pertemuan kami tidak pernah direncanakan. Kami dipertemukan oleh seorang perantara. Bukan untuk urusan cinta sebenarnya, aku bertemu dengannya karena 'job' semata.
Saat aku sadar, aku terheran. Tidak pernah ada orang lain yang baru ku kenal dan aku merasa sudah sedekat ini. Sejak lahir, Tuhan memberiku sebuah anugerah. Jadi, aku selalu mendapatkan mukjizat darinya. Aku memang bukan nabi atau rasul. Tapi, aku telah ditakdirkan mempunyai anugerah ini.
Selama hidupku, sampai saat ini, tidak pernah aku memimpikan orang yang baru ku kenal. Aku hanya bisa memimpikan/mendapat mukjizat untuk orang-orang yang sudah lama dekat denganku, atau memang sudah terhubung denganku.
Tapi, aku tidak tahu. Aku tidak mau mendahului kehendak Tuhan. Yang ku percaya saat ini, Tuhan pasti punya alasan tersendiri atas apa yang telah terjadi padaku. Dan aku selalu percaya bahwa Tuhan sayang kepadaku.

With love,
Aichi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Trivia] Kemunculan Pertama Haibara Ai (+ Review)

[Re-watch] Kuroko no Basuke Episode 75.5 (OVA)