Cerita Kehidupan

Konbanwa! Mayonaka desu ne.
Lagi-lagi saya tidak bisa tidur meski badan terasa lelah sekali.
Well, pastinya ada alasan lah kenapa saya susah tidur. Yang pasti pula, ini cerita tentang kegalauan saya (ngakak).
Selama ini saya sudah melewati waktu dalam kesendirian (baca : single). Dulu saya pernah punya pacar, just once. Jadi, mantan saya cuma satu haha.
Bisa dibilang sampai sekarang dia punya posisi spesial di hati saya. Tapi, saya tidak mau dibilang gagal move on ya. Saya hanya mencoba untuk menghormati dia meski sekarang hubungan kami hanya sebatas sahabat. Karena jika saya boleh jujur, dia sudah berhasil membuat sundut pandang saya berubah (about everything). Pada dasarnya kami memiliki sifat yang berbanding terbalik. Tapi, gara-gara itu saya jadi semakin tertarik sama dia (ngakak berat).
Oke, next. Balik ke topik awal.
Jadi, saya memang lagi banyak pikiran akhir-akhir ini. Salah satunya… jeng jeng, tentang jodoh.
Sebagai umat muslim yang sedang menghadapi jalan buntu, saya lebih memilih untuk mencari jawaban yang bijak lewat shalat istikhara' (mohon maaf, tidak bermaksud riya'). Meski pada dasarnya saya tidak bisa melakukan hal tersebut secara istiqamah, namun saya berusaha untuk menyempatkan diri melakukan hal tersebut. Ya, awal-awal saya bener-bener rutin. Akhirnya dapet pencerahan, saya merasa yakin dengan satu orang.
Tapiiii, ada tapi-nya. Orang yang saya yakini ini entah kenapa, saya merasa dia sedang gandengan sama orang lain.
Otomatis saya jadi ragu lagi, akhirnya saya memutuskan untuk shalat istikhara' (lagi).
Hari-hari berlalu dan tidak ada jawaban pasti. Saya makin bingung. Akhirnya saya stop dan ingin menenangkan diri. Setidaknya saya harus bisa fokus agar tidak terlalu memihak pada perasaan ataupun logika saya.
Saya diam dan terus merenung. Lama-lama saya sangat sadar bahwa memang sampai detik ini saya masih merasa yakin bahwa 'dia' adalah orang yang saya cari.
Logika saya pun berteriak : "Hey, sadar. Dia punya cewek."
Hati saya pun ikut menimpali : "Iya, dia memang punya cewek. Tapi, so what?"
Logika : "Please, aku gak suka jadi orang bodoh karena ngikutin perasaan. Jangan terlalu baper."
Hati : "Jangan dengarkan, sudah semestinya hal ini berhubungan sama perasaan. Meski logika nolak, tapi kamu tetep yakin dia orangnya, kan?" (ask to my self)
The answer is yes. 
Itulah akhir dari perdebatan antara logika dan hati. Pada dasarnya saya tidak berani ambil tindakan lebih lanjut karena saya pribadi harus menghadapi healing process of mental illness. Karena terlalu banyak pikiran, saya sempat merasa depresi.
Sebenarnya, saya tidak ingin membahas semua ini. Namun, dokter bilang bahwa saya perlu menyalurkan uneg-uneg saya ke seseorang atau bahkan sesuatu. Itu sebabnya saya memutuskan untuk menjadikan blog saya sebagai 'tempat curhat'. Karena di lapak-lapak lain saya sering kena nyinyir gegara 'ngeluh' terus. Akhirnya saya cari yang sepi-sepi saja. Karena memang saya sedang membutuhkan proses ini, saya ingin sembuh.
Kenapa tidak cerita ke orang lain?
Orang lain dalam konteks keluarga atau sahabat, sejujurnya saya paling tidak suka membuat orang lain di sekeliling saya merasa khawatir karena kelakuan saya. So, saya memutuskan untuk tidak membebani mereka. Selain itu, saya yakin orang lain punya masalahnya sendiri-sendiri, saya tidak mau jadi orang egois (honestly, sejak depresi saya lebih ingin didengarkan dan gak mau mendengarkan). Bagi saya itu bisa merusak hubungan antar manusia, jadi saya memutuskan untuk tidak melakukannya.
Akhir kata, ambil pesan moralnya. Jangan pernah lelah untuk menjalani hidup ini. Yang pastinya, jangan sampai salah arah. Terima kasih.

Salam,
Aichi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Trivia] Kemunculan Pertama Haibara Ai (+ Review)

[Re-watch] Kuroko no Basuke Episode 75.5 (OVA)